Skip to main content
728

Pakar: Rusia Serang NATO Bersamaan dengan China Invasi Taiwan Masuk Akal - Sindonews

  Dunia internasional,

Pakar: Rusia Serang NATO Bersamaan dengan China Invasi Taiwan Masuk Akal

Muhaimin

Para pakar sependapat dengan skenario Rusia akan menyerang NATO bersamaan dengan China menginvasi Taiwan. Foto/Sputnik

KYIV - Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte telah memaparkan skenario perang besar, di mana Rusia akan menyerang Sekutu bersamaan dengan China menginvasi Taiwan. Para pakar mengatakan skenario tersebut masuk akal.

"Jika [Presiden China] Xi Jinping akan menyerang Taiwan, pertama-tama dia akan memastikan bahwa dia menelepon mitranya yang sangat junior dalam semua ini, [Presiden Rusia] Vladimir Vladimirovich Putin...dan mengatakan kepadanya, 'Hei, saya akan melakukan ini, dan saya membutuhkan Anda untuk membuat mereka sibuk di Eropa dengan menyerang wilayah NATO'," kata Rutte dalam wawancara 5 Juli dengan New York Times.

Skenario seperti itu pada dasarnya akan menjadi perang global antara negara adikuasa nuklir, namun banyak pakar setuju bahwa skenario ini tidak terlalu jauh dari kenyataan.

Beijing dan Moskow telah mempererat aliansi mereka yang bertujuan untuk melengserkan Amerika Serikat (AS) sebagai negara adikuasa global, sebuah kerja sama yang paling kentara dalam bentuk dukungan China terhadap perang Rusia melawan Ukraina.

Sementara itu, NATO terus bergulat dengan perang di Ukraina dan perpecahan internal yang ditimbulkan oleh kepresidenan Donald Trump. China akan diuntungkan dengan mengobarkan kekacauan ini, memastikan perhatian aliansi itu tetap terbagi sementara Beijing mengejar ambisi teritorialnya sendiri.

"Jika China memutuskan bahwa menggabungkan Taiwan ke China dengan paksa adalah satu-satunya pilihan mereka, mereka akan melakukan semua yang mereka bisa untuk memastikan baik Eropa maupun Amerika memiliki sebanyak mungkin tantangan yang tersebar untuk dihadapi," kata pensiunan Mayor Jenderal Angkatan Darat Australia Mick Ryan kepada Kyiv Independent, Selasa (8/7/2025).

China dan Rusia Incar Perang 2 Front di Barat

Menurut laporan South China Morning Post, Menteri Luar Negeri China Wang Yi baru-baru ini memberi tahu diplomat utama Uni Eropa, Kaja Kallas, bahwa negaranya tidak mampu membiarkan Rusia kalah dalam perang melawan Ukraina, karena hal itu akan memungkinkan AS mengalihkan fokusnya ke Beijing.

"Pengakuan ini menggarisbawahi kepentingan strategis China dalam menguras sumber daya Barat di benua Eropa," kata Nataliya Butyrska, seorang pakar Asia Timur di New Europe Center di Kyiv, kepada Kyiv Independent.

Itu juga terbukti dalam dukungan China atas agresi Rusia terhadap Ukraina.

Kekuatan Asia tersebut telah menjadi sumber utama barang-barang dengan fungsi ganda yang memasok industri pertahanan Rusia dan telah membantu Moskow meredam dampak sanksi Barat.

Kyiv bahkan menuduh China secara langsung menyediakan senjata ke Rusia—tuduhan yang dibantah Beijing. Sedangkan beberapa warga negara China juga telah ditangkap saat bertempur mendukung pasukan Rusia di Ukraina.

Para pakar telah lama memperingatkan bahwa China mengamati dengan saksama invasi Rusia ke Ukraina untuk mengambil pelajaran dari potensi invasi ke Taiwan. Namun, minat tersebut tidak terbatas pada bidang militer.

"China mengamati dengan saksama respons Barat terhadap tindakan Rusia dan melihat peluang bagi dirinya sendiri di tengah potensi keretakan persatuan transatlantik," kata Butyrska.

Menggarisbawahi sifat simbiosis hubungan Rusia-China, invasi China ke Taiwan juga dapat memberikan keuntungan bagi Moskow.

"Rusia tidak memerlukan permintaan dari China untuk tetap menduduki NATO; Rusia kemungkinan besar akan memanfaatkan invasi Taiwan dengan melakukan semacam agresi lebih lanjut di Eropa," kata Dan Hamilton, seorang peneliti senior nonresiden di Brookings Institution, kepada Kyiv Independent.

Pejabat Ukraina dan Barat telah membunyikan alarm bahwa serangan Rusia terhadap wilayah NATO—misalnya, di Baltik—merupakan skenario yang semakin masuk akal.

Camille Grand, seorang pakar keamanan dan NATO di European Council on Foreign Relations, setuju bahwa jika terjadi krisis besar di Asia, Federasi Rusia mungkin memang mencoba memanfaatkan AS yang berfokus pada kemungkinan Taiwan untuk menguji NATO dan semakin menantang keamanan Eropa.

Bahkan suara-suara yang lebih berhati-hati pun tidak mengesampingkan kemungkinan koordinasi antara China dan Rusia jika terjadi serangan terhadap Taiwan.

Jan Svec, seorang peneliti China di Institute of International Relations yang berpusat di Praha, mencatat bahwa skenario ideal bagi Beijing adalah merebut pulau itu dengan cara nonmiliter tanpa memicu konflik yang lebih luas dengan Barat.

"Namun jika situasi meningkat dan pemerintah China memutuskan untuk melakukan invasi militer (yang merupakan pilihan yang kurang mungkin tetapi juga memungkinkan), maka masuk akal untuk berkoordinasi dengan Rusia," katanya kepada Kyiv Independent.

NATO Ketahuan "Membocorkan Rahasia"

Putin dan Xi tidak malu-malu tentang tujuan akhir dari "kemitraan tanpa batas" mereka—menantang dominasi AS dan Barat di panggung global.

Kejelasan seperti itu tampaknya kurang di kubu NATO. Strategi Presiden AS Donald Trump untuk menciptakan perpecahan antara Moskow dan Beijing dengan melakukan pendekatan ke Rusia telah disambut dengan skeptisisme dari para pakar.

Trump juga telah mengisyaratkan rencana untuk mengurangi kehadiran militer AS di Eropa sambil mendesak mitra Eropa untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas keamanan mereka sendiri, yang memungkinkan Washington untuk mengalihkan fokus ke kawasan Indo-Pasifik.

Namun seperti yang dicatat Hamilton, "Atlantik Utara dan [kawasan] Indo-Pasifik tersebut secara strategis dihubungkan oleh aliansi China-Rusia."

"Kontribusi terbaik NATO untuk tantangan ini adalah agar orang Eropa berbuat lebih banyak untuk membela Eropa sehingga orang Amerika dapat mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk Indo-Pasifik," imbuh dia.

Para pemimpin Sekutu telah bergegas untuk meredakan kekhawatiran Trump, dengan menyetujui untuk meningkatkan target pengeluaran pertahanan dari 2% menjadi 5% dari PDB selama pertemuan puncak baru-baru ini di Den Haag. Namun, beberapa pakar mengatakan hal ini masih jauh dari cukup untuk melawan ancaman Rusia-China yang bersatu.

Edward Lucas, seorang peneliti senior nonresiden di Center for European Policy Analysis, setuju bahwa serangan terkoordinasi China terhadap Taiwan dan serangan Rusia terhadap NATO "sangat masuk akal".

"Yang membingungkan bagi saya adalah NATO, yang telah gelisah setelah kemenangan pemilihan Trump... kembali bersikap puas diri," katanya kepada Kyiv Independent.

Menyebut target belanja pertahanan baru sebagai "cita-cita" dan bukan kenyataan, Lucas mengatakan bahwa "NATO masih belum siap dalam hal pertahanan dan pencegahan."

Poros Rusia-China-Korea Utara

Grand menunjuk ke bukti lain tentang hubungan intrinsik antara keamanan Atlantik Utara dan Indo-Pasifik: keterlibatan Korea Utara dalam perang Rusia-Ukraina.

Pyongyang, yang secara tradisional merupakan mitra dekat China, telah terbentuk sebagai pendukung paling aktif agresi Rusia di Ukraina dan peserta langsung dalam perang tersebut.

Sementara dukungan China sebagian besar bersifat ekonomi dan material, Korea Utara telah mengerahkan ribuan tentara untuk membantu Rusia berperang melawan Ukraina, serta rudal balistik dan jutaan peluru artileri.

"Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat meremehkan ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara," kata Butyrska, seraya menambahkan bahwa dukungan Pyongyang terhadap usaha militer Rusia "terjadi dengan persetujuan diam-diam China."

"Beijing tertarik untuk memanfaatkan potensi ini guna meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Hal ini dapat mengikat pasukan AS di sana pada saat kemungkinan invasi ke Taiwan dan menyeret Korea Utara ke dalam konfrontasi langsung dengan Amerika Serikat," katanya.

Tantangan bersama ini, yang juga terkait dengan Timur Tengah melalui kemitraan Rusia-Iran, menunjukkan bahwa NATO menghadapi tantangan keamanan paling mengerikan sejak Perang Dingin. Oleh karena itu, peringatan Rutte tidak boleh dianggap enteng, kata para pakar.

(mas)

Posting Komentar

0 Komentar

728